Dalam
Undang-undang No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Penyelenggaraan
Pekerjaan Konstruksi diatur dalam pasal 23 dan 24. Dalam Pasal 23 ayat 2 dinyatakan
bahwa penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi wajib
memenuhi ketentuan tentang :
1.
Keteknikan
2.
Keamanan
3.
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
4.
Perlindungan Tenaga Kerja
5.
Tata Lingkungan Setempat
Kewajiban memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut berlaku bagi
pengguna jasa maupun penyedia jasa pada setiap tahap penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi. Ketentuan Lebih lanjut tentang penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah terkait Penerapan K3
konstruksi diantarnya adalah :
- Peraturan pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun2010 dan diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
- Peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
- Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kecelakaan Kerja.
Diagram Peraturan Pemerintah Terkait K3 Konstruksi
A. Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Ketentuan
mengenai pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012. Untuk dapat memahami peraturan
ini harus dicermati sebab terbitnya peraturan ini atau pertimbangan yang
menjadi alasan terbitnya peraturan ini. Pada bagian Pembukaan dinyatakan bahwa
pertimbangan terbitnya peraturan ini adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal
87 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Selain itu, pada pasal 1 dinyatakan bahwa Menteri adalah
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Dengan
demikian peraturan ini merupakan turunan atau pelaksanaan dari UU No 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan, yang bersifat umum dan berlaku untuk semua sektor
pekerjaan dimana terjadi hubungan kerja.
Pada
penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi hubungan kerja terdiri dari Hubungan Industrial
antara Pengguna Jasa (SKPD/Satker/Unit Kerja, dsb) dengan Penyedia Jasa , dan
hubungan kerja antara Penyedia Jasa dengan Pelaksana Pekerjaan (Tenaga Ahli,
pekerja, mandor dsb). Hubungan industrial, yaitu suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang
terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan
pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Sedangkan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan,
upah, dan perintah.
Ketentuan
tentang SMK3 dalam PP No 50 tahun 2012 adalah Setiap perusahaan wajib
menerapkan SMK3 di perusahaannya. Pengertian perusahaan adalah (a) setiap
bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain. (b) usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Hal
ini berarti, Pengguna Jasa termasuk kategori perusahaan, karena merupakan
usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan
membayar upah atau imbalan lain, dan wajib menerapkan SMK3 diperusahaannya. Hal
yang sama berlaku bagi penyedia jasa.
Parameter
yang menjadi ukuran kewajiban menerapkan SMK3 adalah (a) mempekerjakan
pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau (b) mempunyai tingkat
potensi bahaya tinggi. Didalam penjelasan PP tersebut dinyatakan bahwa Yang
dimaksud dengan “tingkat potensi bahaya tinggi” adalah perusahaan yang memiliki
potensi bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang merugikan jiwa manusia,
terganggunya proses produksi dan pencemaran lingkungan kerja. Ketentuan ini
tidak menjelaskan/mengatur batasan waktu yang harus dipenuhi pada ketentuan
“bagi perusahaan mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang”.
Artinya, “mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang” dapat
terjadi pada tahap awal pekerjaan, Tahap pertengahan pekerjaan, atau Tahap
akhir pekerjaan. Ketentuan ini juga tidak mengatur jumlah unit kerja.
Tujuan
penerapan SMK3 diantaranya adalah mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dapat dilakukan dengan telaah kemungkinan-kemungkinan yang potensial terjadi,
diantaranya adalah bertambahnya jumlah unit kerja yang diikuti dengan
bertambahnya pekerja. Dalam konteks usaha jasa konstruksi, bertambahnya unit
kerja setara dengan jumlah paket pekerjaan yang dikerjakan pada waktu bersamaan
sehingga jumlah pekerja yang dipekerjakan oleh sebuah perusahaan dapat lebih
dari 100 (seratus) orang. Dengan Ketentuan Kemampuan menangani paket pekerjaan
minimal 5 (lima), maka potensial perusahaan mempekerjakan lebih dari 100
(seratus) orang pekerja termasuk tenaga administrasi dan tenaga operasional
kantor. Selain itu tujuan penerapan SMK3 adalah untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas. Baik atau
tidaknya Produktivitas dapat dilihat dari sisi pengguna hasil (konsumen) maupun
pengelola usaha (perusahaan). Dalam terminologi usaha jasa konstruksi,
produktivitas dapat dilihat dari sisi Pengguna Jasa atau dari sisi penyedia
jasa. Untuk mendorong produktivitas yang baik khususnya dari sisi pengguna,
penerapan SMK3 merupakan salah satu syarat yang layak untuk dipenuhi.
B. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi stdtd Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2010
stdtd Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2015
Peraturan
ini merupakan pengaturan lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi terutama mengenai tertib pengikatan dan penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi, hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan
peningkatan peran masyarakat. Pada Peraturan ini dinyatakan bahwa penyedia jasa
dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk menyusun dokumen
penawaran yang memuat
rencana dan metode
kerja, rencana usulan biaya,
tenaga terampil dan
tenaga ahli, rencana dan anggaran
keselamatan dan kesehatan kerja, dan peralatan
Untuk
menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib
memenuhi ketentuan tentang: (a) keteknikan,
meliputi persyaratan keselamatan
umum, konstruksi bangunan, mutu
hasil pekerjaan, mutu
bahan dan atau
komponen bangunan, dan
mutu peralatan sesuai
dengan standar atau
norma yang berlaku;
(b) keamanan, keselamatan, dan
kesehatan tempat kerja
konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; (c) perlindungan sosial
tenaga kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
Ketentuan pembinaan dan
pengendalian tentang keselamatan
dan kesehatan kerja di
tempat kegiatan konstruksi
diatur lebih lanjut
oleh Menteri bersama Menteri teknis yang terkait.
Ketentuan ini tidak termasuk keselamatan dan kesehatan kerja di bidang tertentu
yang secara khusus telah diatur dalam peraturan perundangundangan tersendiri.
C. Peraturan
pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa
Konstruksi
Peraturan
Pemerintah ini merupakan pelaksanaan ketentuan dalam pasal 35 UU Nomor 18 Tahun
1999 tentang Jasa Konstruksi, yaitu pembinaan baik terhadap penyedia jasa,
pengguna jasa, maupun masyarakat guna menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan tugas
dan fungsi serta hak dan kewajiban masing-masing dan meningkatkan kemampuan
dalam mewujudkan tertib usaha jasa konstruksi, tertib penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi, dan tertib pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi. Ketentuan
tentang keselamatan dan kesehatan kerja mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja.
Penyelenggaraan
Pembinaan Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
akan hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa. Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi meliputi pengaturan,
pemberdayaan dan pengawasan. Bentuk pengawasan sebagai bagian dari
penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi dilakukan guna tertib usaha, tertib penyelenggaraan,
tertib pemanfaatan jasa konstruksi diantaranya mengenai ketentuan keselamatan
dan kesehatan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar