Selasa, 12 April 2016

Peraturan Menteri Terkait K3 Konstruksi

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi melibatkan pengguna Jasa, Penyedia Jasa, dan Pelaksana Pekerjaan konstruksi. Hubungan kerja antara penyedia jasa dengan Pelaksana Pekerjaan merupakan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Pada hubungan kerja berlaku UU Nomor 13 Tahun 2003, PP No 50 tahun 2012, dan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Sedangkan pada Hubungan kerja antara pengguna jasa disatu pihak, dengan Penyedia jasa dan Pelaksana pekerjaan, dipihak lain, pada penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi, berlaku ketentuan UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan peraturan turunannya, baik berupa Peraturan Pemerintah maupun Peraturan menteri Teknis Terkait. Dalam hubungannya dengan Sistem Manajemen K3, peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari UU Nomor 18 Tahun 1999, yaitu PP No 29 Tahun 2000 dan PP No. 30 Tahun 2000, sedangkan PP No 28 Tahun 2000 tidak terkait langsung dengan SMK3 karena hanya membahas aspek badan Usaha dan Lembaga.




Peraturan Menteri terkait dengan SMK3 Konstruksi antara lain

1.  Peraturan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI  No. PER.01/MEN/1980 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari Undang-undang  nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerjaan Konstruksi Bangunan. Peraturan menteri ini menekankan pada pencegahan kecelakaan dan pembentukan unit keselamatan dan kesehatan kerja. Pengaturan mengenai perlatan merupakan bagian yang dominan pada peraturan ini. Untuk pekerjaan konstruksi peraturan lebih ditekankan pada alat (peralatan) kerja, seperti excavator, buldoser dan sebagainya. Peraturan ini lebih mengatur masalah teknis dibandingkan dengan masalah manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja. Peraturan ini merupakan petunjuk umum berlakunya Buku Pedoman Pelaksanaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.

2.    Peraturan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI  No. PER.15/MEN/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Di Tempat Kerja
Peraturan ini merupakan pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu menetapkan ketentuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja. Pada peraturan ini ditegaskan bahwa pengusaha wajib menyediakan petugas P3K dan Fasilitas P3K di tempat kerja. Pengurus atau pemimpin langsung suatu tempat kerja wajib melaksanakan P3K di tempat Kerja.

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut dengan P3K di tempat kerja, adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja/buruh dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja. Peraturan ini merupakan petunjuk teknis penyelenggaraan sitem P3K pada tempat kerja.

3.    Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI  No PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri
Peraturan ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 3, Pasal 4 ayat (1), Pasal 9, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu diatur mengenai alat pelindung diri. Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja, yang meliputi :
·         pelindung kepala;
·         pelindung mata dan muka;
·         pelindung telinga;
·         pelindung pernapasan beserta perlengkapannya;
·         pelindung tangan; dan/atau
·         pelindung kaki.
·         pakaian pelindung;
·         alat pelindung jatuh perorangan; dan/atau
·         pelampung.

Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja dan melaksanakan manajemen APD di tempat kerja.  
  
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 Tahun 2011 stdtd Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31/PRT/M/2015 Tahun 2015 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Dan Jasa Konsultansi.
Peraturan ini merupakan petunjuk teknis pengadaan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi di bidang pekerjaan umum. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk memenuhi tata nilai pengadaan yang kompetitif yang sangat diperlukan bagi ketersediaan infrastruktur yang berkualitas sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik.

Peraturan ini terdiri dari 2 bagian, yaitu batang tubuh Peraturan dan Lampiran. Ketentuan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi terdapat pada pasal 6e batang tubuh peraturan, sebagai berikut :
1. Identifikasi bahaya dan tingkat risiko K3 pada pekerjaan yang dapat timbul dalam pelaksanaan harus dicantumkan dalam dokumen pengadaan pekerjaan konstruksi.
2. Evaluasi teknis Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (RK3K) dilakukan terhadap sasaran dan program K3 untuk pengendalian risiko bahaya K3.
Pada Lampiran Buku Pedoman Pekerjaan Konstruksi, terdapat klausul bahwa dalam hal pekerjaan kompleks/bersifat kompleks dapat mempersyaratkan memiliki Sertifikat Manajemen Mutu perusahaan (SNI/ISO 9001), memiliki Sertifikat Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (misal : OHSAS 18000) dan/atau Sertifikat Manajemen Lingkungan (misal : 14001). Sedangkan pada lampiran-lainnya dilampirkan Format/Bentuk RK3K dan Tabel Identifikasi bahaya yang dibuat oleh pengguna Jasa.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2013 Tahun 2013 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.
Peraturan ini merupakan suatu pedoman analisis harga satuan pekerjaan sebagai alat untuk menghitung harga satuan dasar upah, alat dan bahan yang selanjutnya menghasilkan Harga Satuan Pekerjaan. Dalam Peraturan ini dijelaskan pengertian tentang :
·      Bidang Pekerjaan Umum adalah bidang pekerjaan yang meliputi kegiatan pekerjaan Sumber Daya Air (bendung, pintu air dan hidromekanik, terowongan air, bangunan sungai, jaringan irigasi, bangunan lepas pantai), Bina Marga (jalan, jembatan, jalan layang, terowongan jalan, saluran tepi jalan, bahu jalan, trotoar), dan Cipta Karya (bangunan gedung, perumahan, infrastruktur kawasan permukiman seperti Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM), sistem perpipaan air minum dan lain-lain).
·      Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perhitungan perkiraan biaya pekerjaan yang dihitung secara profesional oleh panitia dan disahkan oleh pejabat pembuat komitmen yang digunakan sebagai salah satu acuan dalam melakukan evaluasi harga penawaran. HPS bersifat terbuka dan tidak rahasia.
·      Overhead adalah biaya yang diperhitungkan sebagai biaya operasional dan pengeluaran biaya kantor pusat yang bukan dari biaya pengadaan untuk setiap mata pembayaran, biaya manajemen, akuntansi, pelatihan dan auditing, perizinan, registrasi, biaya iklan, humas dan promosi dan lain sebagainya.

Analisa Harga Satuan Pekerjaan terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari Tenaga Kerja, Bahan, dan Alat. Sedangkan biaya tidak langsung terdiri dari biaya umum dan keuntungan. Lihat Gambar 1 – Struktur analisis Harga Satuan Pekerjaan (HSP) pada peraturan tersebut.
Biaya umum adalah biaya tidak langsung yang dikeluarkan untuk mendukung terwujudnya pekerjaan (kegiatan pekerjaan) yang bersangkutan, atau biaya yang diperhitungkan sebagai biaya operasional meliputi pengeluaran untuk:
·      Biaya kantor pusat yang bukan dari biaya pengadaan untuk setiap mata pembayaran
·      Biaya upah pegawai kantor lapangan
·      Biaya manajemen (bunga bank, jaminan bank, tender, dll)
·      Biaya akuntansi
·      Biaya pelatihan dan auditing
·      Biaya perizinan dan registrasi
·      Biaya iklan, humas dan promosi
·      Biaya penyusutan peralatan penunjang
·      Biaya kantor, listrik, telepon dll
·      Biaya pengobatan pegawai kantor/lapangan
·      Biaya travel, pertemuan/rapat
·      Biaya asuransi di luar peralatan
·      Dan lain sebagainya

Biaya umum/overhead ini dihitung berdasarkan persentase dari biaya langsung yang besarnya tergantung dari lama waktu pelaksanaan pekerjaan, besarnya tingkat bunga yang berlaku dan lain sebagainya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Keuntungan ini sudah termasuk biaya resiko pekerjaan selama pelaksanaan dan masa pemeliharaan dalam kontrak pekerjaan.
Besarnya biaya umum dan keuntungan ditentukan dengan mempertimbangkan antara lain tingkat suku bunga pinjaman bank yang berlaku, tingkat inflasi, overheadkantor pusat dan lapangan, resiko investasi. Ini merupakan domain penyedia jasa yang sampai dengan saat ini belum ada ketentuan resmi dari Pemerintah yang mengatur nilai maksimum biaya umum dan keuntungan penyedia jasa.

HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar. Pada Penjelasan Perpres No 54 Tahun 2010 stdtd Perpres no 4 Tahun 2015, pasal 66 dinyatakan bahwa Contoh keuntungan dan biaya Overhead yang wajar untuk Pekerjaan Konstruksi maksimal 15% (lima belasperseratus).  Biaya overhead dalam penjelasan pasal tersebut meliputi antara lain biaya keselamatan dan kesehatan kerja, keuntungan, dan beban pajak.

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014 Tahun 2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselatan dan Kesehatan Kerja.

Tujuan diberlakukannya Peraturan Menteri ini agar SMK3 konstruksi Bidang PU dapat diterapkan secara konsisten untuk:
·      meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi;
·      dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja;
·      menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien, untuk mendorong produktifitas

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
·      Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU;
·      Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang; dan
·      Biaya Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU.
Setiap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum wajib menerapkan SMK3 Konstruksi Bidang PU. Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU ditetapkan berdasarkan potensi bahaya, dengan ketentuan sebagai berikut :.
a.    Potensi bahaya tinggi, apabila pekerjaan bersifat berbahaya dan/atau mempekerjakan tenaga kerja paling sedikit 100 orang dan/atau nilai kontrak diatas Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah) dan Wajib melibatkan Ahli K3 Konstruksi
b.    Potensi bahaya rendah, apabila pekerjaan bersifat tidak berbahaya dan/atau mempekerjakan tenaga kerja kurang dari 100 orang dan/atau nilai kontrak dibawah Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah) dan Wajib melibatkan Petugas K3 Konstruksi
Penerapan SMK3 Pekerjaan Konstruksi dilaksanakan pada Tahap pra konstruksi, tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa, Tahap Pelaksanaan pekerjaan Konstruksi, Tahap Penyerahan Hasil Akhir Pekerjaan. Dokumen perencanaan, Dokumen Pengadaan Barang/jasa, dokumen kontrak, dan Laporan Penyerahan Hasil Akhir Pekerjaan wajib memuat Dokumen K3 sesuai tahapannya. .

Biaya penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU dialokasikan dalam biaya umum yang mencakup:
·      Penyiapan RK3K;
·      Sosialisasi dan promosi K3;
·      Alat pelindung kerja;
·      Alat pelindung diri;
·      Asuransi dan perijinan;
·      Personil K3;
·      Fasilitas sarana kesehatan;
·      Rambu-rambu; dan
·      Lain-lain terkait pengendalian risiko K3.
Rencana biaya penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU menjadi bagian dari RK3K, yang disepakati dan disetujui pada saat rapat persiapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Pre Construction Meeting).

Peraturan ini mencabut dan menyatakan tidak berlaku peraturan menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PRT/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.

7.    Peraturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI  No. 26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penilaian Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya bab III Penilaian. Peraturan ini merupakan pedoman penilaian Efektivitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja melalui penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Penilaian Penerapan SMK3 yang selanjutnya disebut Audit SMK3 ialah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan. Pada Peraturan ini ditegaskan lagi bahwa Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem di perusahaan.
Perturan ini mencabut dan menyatakan tidak berlaku :
1.    Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.18/MEN/XI/2008 tentang Penyelenggara Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3.     Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.19/MEN/1997 tentang Pelaksanaan Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peraturan Lain terkait K3 Konstruksi diantaranya adalah
a.   Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 stdtd nomor 4 tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
b.  Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi
c.  Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja
d.    Surat Edaran Dirjen Binawas Depnakertrans No. 05/Bw/1997 tentang Penggunaan Alat Pelindung Dirl
e.    ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection In Industry And Commerce (Konvensi ILO No. 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri Dan Perdagangan yang diratifikasi dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2003)
Konvensi ini mengatur tentang penegakan hukum mengenai mengenai kondisi kerja dan perlindungantenaga kerja dan peraturan yang menyangkut waktu kerja, pengupahan, keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan, tenaga kerja anak serta orang muda dan masalah-masalah lain yang terkait
f.          Klausul-klausul OHSAS 18001

Penutup


Penerapan SMK3 Konstruksi merupakan kewajiban yang tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi. Pandangan atau alasan tidak mewajibkan RK3K pada Tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa karena belum adanya komponen biaya untuk pelaksanan SMK3 seperti terjadi pada pelelangan Penambahan Ruang Dinas SDA & Pemukiman Provinsi Banten merupakan kelalaian atau KECELAKAAN dalam penyelenggaraan pekerjaan kontruksi bidang pekerjaan umum. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar