Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi melibatkan pengguna Jasa, Penyedia Jasa, dan Pelaksana Pekerjaan
konstruksi. Hubungan kerja antara penyedia jasa dengan Pelaksana Pekerjaan
merupakan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian
kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Pada hubungan kerja
berlaku UU Nomor 13 Tahun 2003, PP No 50 tahun 2012, dan Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Sedangkan pada Hubungan
kerja antara pengguna jasa disatu pihak, dengan Penyedia jasa dan Pelaksana
pekerjaan, dipihak lain, pada penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi, berlaku
ketentuan UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan peraturan
turunannya, baik berupa Peraturan Pemerintah maupun Peraturan menteri Teknis
Terkait. Dalam hubungannya dengan Sistem Manajemen K3, peraturan pemerintah
yang merupakan turunan dari UU Nomor 18 Tahun 1999, yaitu PP No 29 Tahun 2000
dan PP No. 30 Tahun 2000, sedangkan PP No 28 Tahun 2000 tidak terkait langsung
dengan SMK3 karena hanya membahas aspek badan Usaha dan Lembaga.
Peraturan
Menteri terkait dengan SMK3 Konstruksi antara lain
1. Peraturan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.01/MEN/1980 tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
Peraturan
ini merupakan pelaksanaan dari Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja,
yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja pada pekerjaan Konstruksi Bangunan. Peraturan menteri ini menekankan
pada pencegahan kecelakaan dan pembentukan unit keselamatan dan kesehatan kerja.
Pengaturan mengenai perlatan merupakan bagian yang dominan pada peraturan ini.
Untuk pekerjaan konstruksi peraturan lebih ditekankan pada alat (peralatan)
kerja, seperti excavator, buldoser dan sebagainya. Peraturan ini lebih mengatur
masalah teknis dibandingkan dengan masalah manajemen Keselamatan dan Kesehatan
kerja. Peraturan ini merupakan petunjuk umum berlakunya Buku Pedoman
Pelaksanaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi
berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
2. Peraturan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.15/MEN/VIII/2008 tentang Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan Di Tempat Kerja
Peraturan ini merupakan pelaksanaan
Pasal 3 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja perlu menetapkan ketentuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan
di tempat kerja. Pada peraturan ini ditegaskan bahwa pengusaha wajib
menyediakan petugas P3K dan Fasilitas P3K di tempat kerja. Pengurus atau
pemimpin langsung suatu tempat kerja wajib melaksanakan P3K di tempat Kerja.
Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut dengan P3K di
tempat kerja, adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan
tepat kepada pekerja/buruh dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja,
yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja. Peraturan ini merupakan
petunjuk teknis penyelenggaraan sitem P3K pada tempat kerja.
3.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri
Peraturan ini merupakan pelaksanaan
ketentuan Pasal 3, Pasal 4 ayat (1), Pasal 9, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu diatur
mengenai alat pelindung diri. Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD
adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang
fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat
kerja, yang meliputi :
·
pelindung kepala;
·
pelindung mata dan muka;
·
pelindung telinga;
·
pelindung pernapasan beserta perlengkapannya;
·
pelindung tangan; dan/atau
·
pelindung kaki.
·
pakaian pelindung;
·
alat pelindung jatuh perorangan; dan/atau
·
pelampung.
Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja
dan melaksanakan manajemen APD di tempat kerja.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 Tahun 2011
stdtd Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31/PRT/M/2015 Tahun 2015 Tentang
Standar Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Dan Jasa Konsultansi.
Peraturan ini merupakan petunjuk teknis pengadaan pekerjaan
konstruksi dan jasa konsultansi di bidang pekerjaan umum. Tujuan dari peraturan
ini adalah untuk memenuhi tata nilai pengadaan yang kompetitif yang sangat
diperlukan bagi ketersediaan infrastruktur yang berkualitas sehingga akan
berdampak pada peningkatan pelayanan publik.
Peraturan ini terdiri dari 2 bagian, yaitu batang tubuh Peraturan
dan Lampiran. Ketentuan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi
terdapat pada pasal 6e batang tubuh peraturan, sebagai berikut :
1. Identifikasi bahaya dan tingkat risiko K3 pada pekerjaan yang
dapat timbul dalam pelaksanaan harus dicantumkan dalam dokumen pengadaan
pekerjaan konstruksi.
2. Evaluasi teknis Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Konstruksi (RK3K) dilakukan terhadap sasaran dan program K3 untuk pengendalian
risiko bahaya K3.
Pada Lampiran Buku Pedoman
Pekerjaan Konstruksi, terdapat klausul bahwa dalam hal pekerjaan
kompleks/bersifat kompleks dapat mempersyaratkan memiliki Sertifikat Manajemen
Mutu perusahaan (SNI/ISO 9001), memiliki Sertifikat Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) (misal : OHSAS 18000) dan/atau Sertifikat Manajemen
Lingkungan (misal : 14001). Sedangkan pada lampiran-lainnya dilampirkan Format/Bentuk
RK3K dan Tabel Identifikasi bahaya yang dibuat oleh pengguna Jasa.
5. Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2013 Tahun 2013 tentang Pedoman Analisis
Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.
Peraturan
ini merupakan suatu pedoman analisis harga satuan pekerjaan sebagai alat untuk
menghitung harga satuan dasar upah, alat dan bahan yang selanjutnya
menghasilkan Harga Satuan Pekerjaan. Dalam Peraturan ini dijelaskan pengertian
tentang :
· Bidang
Pekerjaan Umum adalah bidang pekerjaan yang meliputi kegiatan pekerjaan Sumber
Daya Air (bendung, pintu air dan hidromekanik, terowongan air, bangunan sungai,
jaringan irigasi, bangunan lepas pantai), Bina Marga (jalan, jembatan, jalan
layang, terowongan jalan, saluran tepi jalan, bahu jalan, trotoar), dan Cipta
Karya (bangunan gedung, perumahan, infrastruktur kawasan permukiman seperti
Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM), sistem perpipaan air minum dan
lain-lain).
· Harga
Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perhitungan perkiraan
biaya pekerjaan yang dihitung secara profesional oleh panitia dan disahkan oleh
pejabat pembuat komitmen yang digunakan sebagai salah satu acuan dalam
melakukan evaluasi harga penawaran. HPS bersifat terbuka dan tidak rahasia.
· Overhead
adalah biaya yang diperhitungkan sebagai biaya operasional dan pengeluaran
biaya kantor pusat yang bukan dari biaya pengadaan untuk setiap mata
pembayaran, biaya manajemen, akuntansi, pelatihan dan auditing, perizinan,
registrasi, biaya iklan, humas dan promosi dan lain sebagainya.
Analisa
Harga Satuan Pekerjaan terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya
langsung terdiri dari Tenaga Kerja, Bahan, dan Alat. Sedangkan biaya tidak
langsung terdiri dari biaya umum dan keuntungan. Lihat Gambar 1 – Struktur
analisis Harga Satuan Pekerjaan (HSP) pada peraturan tersebut.
Biaya
umum adalah biaya tidak langsung yang dikeluarkan untuk mendukung terwujudnya pekerjaan
(kegiatan pekerjaan) yang bersangkutan, atau biaya yang diperhitungkan sebagai biaya
operasional meliputi pengeluaran untuk:
·
Biaya kantor pusat yang bukan dari biaya pengadaan untuk setiap
mata pembayaran
·
Biaya upah pegawai kantor lapangan
·
Biaya manajemen (bunga bank, jaminan bank, tender, dll)
·
Biaya akuntansi
·
Biaya pelatihan dan auditing
·
Biaya perizinan dan registrasi
·
Biaya iklan, humas dan promosi
·
Biaya penyusutan peralatan penunjang
·
Biaya kantor, listrik, telepon dll
·
Biaya pengobatan pegawai kantor/lapangan
·
Biaya travel, pertemuan/rapat
·
Biaya asuransi di luar peralatan
·
Dan lain sebagainya
Biaya
umum/overhead ini dihitung berdasarkan persentase dari biaya langsung yang besarnya
tergantung dari lama waktu pelaksanaan pekerjaan, besarnya tingkat bunga yang berlaku
dan lain sebagainya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Keuntungan
ini sudah termasuk biaya resiko pekerjaan selama pelaksanaan dan masa pemeliharaan
dalam kontrak pekerjaan.
Besarnya
biaya umum dan keuntungan ditentukan dengan mempertimbangkan antara lain tingkat
suku bunga pinjaman bank yang berlaku, tingkat inflasi, overheadkantor pusat
dan lapangan, resiko investasi. Ini merupakan domain penyedia jasa yang sampai
dengan saat ini belum ada ketentuan resmi dari Pemerintah yang mengatur nilai
maksimum biaya umum dan keuntungan penyedia jasa.
HPS
disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar.
Pada Penjelasan Perpres No 54 Tahun 2010 stdtd Perpres no 4 Tahun 2015, pasal
66 dinyatakan bahwa Contoh keuntungan dan biaya Overhead yang wajar untuk Pekerjaan
Konstruksi maksimal 15% (lima belasperseratus). Biaya overhead dalam penjelasan pasal tersebut
meliputi antara lain biaya keselamatan dan kesehatan kerja, keuntungan, dan
beban pajak.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014 Tahun 2014
tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselatan dan Kesehatan Kerja.
Tujuan diberlakukannya Peraturan Menteri ini agar SMK3 konstruksi Bidang
PU dapat diterapkan secara konsisten untuk:
·
meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi;
·
dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja;
·
menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien, untuk mendorong
produktifitas
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
·
Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU;
·
Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang; dan
· Biaya
Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU.
Setiap
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum wajib menerapkan
SMK3 Konstruksi Bidang PU. Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU ditetapkan
berdasarkan potensi bahaya, dengan ketentuan sebagai berikut :.
a. Potensi
bahaya tinggi, apabila pekerjaan bersifat berbahaya dan/atau mempekerjakan
tenaga kerja paling sedikit 100 orang dan/atau nilai kontrak diatas Rp.
100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah) dan Wajib melibatkan Ahli K3
Konstruksi
b. Potensi
bahaya rendah, apabila pekerjaan bersifat tidak berbahaya dan/atau
mempekerjakan tenaga kerja kurang dari 100 orang dan/atau nilai kontrak dibawah
Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah) dan Wajib melibatkan Petugas K3
Konstruksi
Penerapan
SMK3 Pekerjaan Konstruksi dilaksanakan pada Tahap pra konstruksi, tahap Pemilihan
Penyedia Barang/Jasa, Tahap Pelaksanaan pekerjaan Konstruksi, Tahap Penyerahan
Hasil Akhir Pekerjaan. Dokumen perencanaan, Dokumen Pengadaan Barang/jasa,
dokumen kontrak, dan Laporan Penyerahan Hasil Akhir Pekerjaan wajib memuat
Dokumen K3 sesuai tahapannya. .
Biaya
penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU dialokasikan dalam biaya umum
yang mencakup:
·
Penyiapan RK3K;
·
Sosialisasi dan promosi K3;
·
Alat pelindung kerja;
·
Alat pelindung diri;
·
Asuransi dan perijinan;
·
Personil K3;
·
Fasilitas sarana kesehatan;
·
Rambu-rambu; dan
·
Lain-lain terkait pengendalian risiko K3.
Rencana
biaya penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU menjadi bagian dari RK3K, yang
disepakati dan disetujui pada saat rapat persiapan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi (Pre Construction Meeting).
Peraturan
ini mencabut dan menyatakan tidak berlaku peraturan menteri Pekerjaan Umum
Nomor 09/PRT/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
7. Peraturan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No.
26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penilaian Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Peraturan
ini merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya bab III
Penilaian. Peraturan ini merupakan pedoman penilaian Efektivitas perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja melalui penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja. Penilaian Penerapan SMK3 yang selanjutnya disebut Audit SMK3
ialah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap pemenuhan kriteria
yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah
direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan. Pada
Peraturan ini ditegaskan lagi bahwa Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3
yang terintegrasi dengan sistem di perusahaan.
Perturan ini mencabut
dan menyatakan tidak berlaku :
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.18/MEN/XI/2008 tentang Penyelenggara Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.19/MEN/1997 tentang
Pelaksanaan Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Peraturan Lain terkait K3 Konstruksi diantaranya adalah
a. Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 stdtd nomor 4 tahun 2015
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
b. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Tempat Kegiatan Konstruksi
c. Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja
d. Surat Edaran Dirjen Binawas Depnakertrans No. 05/Bw/1997 tentang
Penggunaan Alat Pelindung Dirl
e. ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection In Industry And
Commerce (Konvensi ILO No. 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam
Industri Dan Perdagangan yang diratifikasi dengan Undang-undang Republik
Indonesia nomor 21 tahun 2003)
Konvensi
ini mengatur tentang penegakan hukum mengenai mengenai kondisi kerja dan
perlindungantenaga kerja dan peraturan yang menyangkut waktu kerja, pengupahan,
keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan, tenaga kerja anak serta orang muda
dan masalah-masalah lain yang terkait
f.
Klausul-klausul OHSAS 18001
Penutup
Penerapan
SMK3 Konstruksi merupakan kewajiban yang tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan
Pekerjaan Konstruksi. Pandangan atau alasan tidak mewajibkan RK3K pada Tahap Pemilihan
Penyedia Barang/Jasa karena belum adanya komponen biaya untuk pelaksanan SMK3 seperti
terjadi pada pelelangan Penambahan Ruang Dinas SDA & Pemukiman Provinsi
Banten merupakan kelalaian atau KECELAKAAN dalam penyelenggaraan
pekerjaan kontruksi bidang pekerjaan umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar